Banjarnegara, wartaindonesianews.co.id- Siang itu (12/7) jam dinding menunjuk ke angka 13:15. Begitu keluar dari mobil, seorang pemuda berkulit putih dengan perawakan kecil dan langsing mengenakan jas langsung bertanya kepada sang pengantar, Dr Tuswadi. “May I take photos of this school?’
Dia ingin mengambil beberapa foto Pesantren yang baru dikunjungi. Katanya dia takjub dengan arsitektur sederhana bangunan pondok. Tidak hanya itu, selepas memberikan kuliah umum di hadapan ratusan santri Mumtaza di aula Masjid Al Fatih, tamu spesial bernama SHIMADA Kosuke meminta ijin untuk mengambil foto lingkungan pesantren termasuk asrama santri.
SHIMADA Kosuke, Mahasiswa Program Doktoral dari Hiroshima University hadir khusus di Pesantren Mumtaza untuk mengetahui kondisi sekolah Islam di Banjarnegara. Selama tiga hari sebelumnya dia baru saja selesai mengikuti Konferensi Internasional Pendidikan Matematika dan IPA di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Selama dua hari berikutnya dia mengunjungi dua sekolah yakni SD IT AL IHSAN Banjarnegara dan Pondok Mumtaza serta dua kampus yaitu Politeknik Yakpermas Banyumas dan STIKES Bina Cipta Husada Banyumas.
Pada kegiatan “Ngaji tentang Jepang” SHIMADA tampil memukau menceritakan Jepang, sekolah Jepang, dan pendidikan MIPA di sekolah Jepang. Menurut Shimada, pemandangan paling indah di Jepang adalah pada saat musim semi dan musim gugur.
Pada saat musim semi bunga Sakura bermekaran di mana-mana seantero Jepang. Dan kebiasaan Masyarakat Jepang di musim tersebut adalah makan-makan bersama di bawah pohon Sakura.
Pada musim gugur dedauan di negeri Oshin berubah menjadi kekuningan dan kemerahan Dimana salah satu daun yang terkenal adalah Momiji.
Anak-anak sekolah Jepang mulai belajar IPA sejak kelas III sekolah dasar. Buku teks mata Pelajaran IPA diperbanyak oleh penerbit yang diawasi oleh pihak Kementerian Jepang dan dibagikan kepada anak-anak secara gratis.
Pada waktu istirahat pada pukul 12.00 murid-murid di sekolah Jepang makan siang dan kemudian bersih-bersih seluruh lingkungan sekolah: menyapu dan mengepel lantai kelas, teras, toilet; mengelap permukaan meja, kursi, kaca jendela, dan membuang sampah yang ada ke tong sekolah yang telah dipilah: sampah plastik, botol, kaleng, dan sampah organik. Di sekolah Jepang tidak ada tukang kebun atau petugas kebersihan.
Beberapa santri mengajukan pertanyaan seperti apa riset S-3 SHIMADA dimana dia menjelaskan bahwa untuk kelulusan S-3-nya dia menekuni riset perbandingan pendidikan IPA di sekolah Jepang dan di sekolah Inggris. Ditanya apa cita-cita selepas menjadi Doktor,
SHIMADA bertutur bahwa dirinya ingin menjadi guru IPA di SMP atau bahkan mungkin akan menjadi dosen di perguruan tinggi. Sementara Provinsi Fukui tanah kelahiran SHIMADA katanya terkenal dengan fosil Dinasourus sehingga di kotanya terdapat Musim Dinosaurus.
Dijamu makan siang dengan menu ayam goreng dan sup, SHIMADA mengaku suka makanan Indonesia asal tidak pedas. Orang Jepang tidak makan cabai dan lebih suka makanan yang mild (hambar) atau sedikit manis. Konsumsi garam dan gula orang Jepang sangat sedikit dalam keseharian dan ini membuat mereka menjadi sehat.
Pewarta: Sri Nuraeni
Editor : Nur S
Posting Komentar