SMA N 1 PURWAREJA KLAMPOK KEDATANGAN ILMUWAN NEGERI SAKURA

 


Banjarnegara, wartaindonesianews.co.id --Kuliah Pakar Luar Negeri 2024 digelar di SMA N 1 Purwareja Klampok Banjarnegara hari ini (29/8). Hadir sebagai nara sumber FUJIKAWA Yoshinori, Ph.D. in Ed, peneliti dari Waku Pro Hiroshima University Jepang. Tema yang diusung adalah “Japan, Culture, and Technology in Modern Era”. Sekitar 600 lebih peserta didik menyimak paparan Dr FUJIKAWA. Mereka antosias dan tertarik dengan apa yang disampaikan. Kuliah umum dibuka dengan penandatanganan naskah kerjasama antara Waku Pro dengan sekolah tersebut diwakili oleh Kepala Sekolah, Linovia Karmelita, MM.


Paparan Dr FUJIKAWA sangat menarik yang diterjemahkan oleh guru bahasa Jepang, Ika sensei yang mengenakan baju tradisional Jepang. Dia menceritakan perkembangan budaya dan teknologi Jepang dari sejak zaman masih tradisional sampai hari yang serba modern. Perbedaan mencolok jika dibandingkan dengan Indonesia. Jepang berkembang sebagai negeri pencipta, pembuat teknologi, sementara Indonesia masih menjadi negara pemakai (user).


“Jepang sadar diri tanpa mengembangkan teknologi, Jepang tidak akan bisa hidup. Ekonomi Jepang tergantung pada industri-karena kami minim sumber daya alam. Jadi para ilmuwan Jepang dengan dukungan pemerintah selalu berinovasi menghasilkan produk-produk high technology yang bisa dibeli oleh bangsa lain di seluruh dunia,” jelas Dr FUJIKAWA.


Selain teknologi, budaya penting yang dimiliki bangsa Jepang adalah manner atau tata krama. Bangsa Jepang sangat menjaga hubungan baik dirinya dengan alam dan dengan sesama manusia. Mereka sadar jika kedua hal ini rusak maka kehidupan akan rusak secara keseluruhan. 


“Orang Jepang sangat menjaga alam; tidak sembarangan menebang pohon karena pohon adalah pemberi kehidupan dengan oksigen dan pelindung dari panas, dari longsor, dan masih banyak lagi. Bahkan kami percaya pohon, hutan, laut, semuanya punya penjaga (spirit). Kami juga sangat peka terhadap kebersihan, kerapian, dan keindahan karena semua itu memberikan efek kehidupan yang nyaman; hampir tidak ada orang Jepang yang suka buang sampah sembarangan. Kami diajari dan didik disiplin tinggi untuk mencintai kebersihan sejak kanak-kanak,” lanjut Dr FUJIKAWA.



Dr FUJIKAWA lantas menerangkan pentingnya saling menghormati budaya antar bangsa. Ketika seseorang tinggal di luar negeri dia harus mau belajar memahami budaya bangsa di negara yang ditinggali dan menghormatinya. Perbedaan budaya bukan sumber konflik melainkan bahan untuk belajar bersama-memahami keberagaman warga dunia.


Visiting Hiroshima City Dalam paparannya Dr Fuji juga mengajak peserta didik menjelajah kota Hiroshima menggunakan kereta api tak ber-rel, melainkan kereta berkaki ban karet yang diberi nama Astram-line. Kereta tersebut beroperasi di seputar kota Hiroshima. Para penumpang menggunakan kartu PASPY untuk masuk stasiun melalui pintu otomatis. Jam kedatangan dan keberangkatan kereta terpampang jelas di stasiun dan juga di papan pengumuman digital di depan pintu masuk. 


Peserta didik diperlihatkan suasana di dalam kereta—dimana gerakan kereta sangat stabil sehingga memungkinkan penumpang bekerja atau membaca di dalam kereta. Ketika penumpang akan turun di stasiun berikutnya dia harus menekan tombol “STOP” di dekat tempat duduk. Dan kereta lalu berhenti, menurunkan dan mengangkut penumpang. Kereta Astram-line juga melewati terowongan.


Setelah itu anak-anak dikenalkan dengan empat musim di Jepang: April hingga Mei: Musim semi (rentang suhu: 2°-24° C), Juni hingga Agustus: Musim panas (rentang suhu: 16°-30° C), September hingga November: Musim gugur (rentang suhu: 7°-27° C), Desember hingga Maret: Musim dingin (rentang suhu: -6°-20° C). Setiap musim masyarakat Jepang memiliki budaya dan tradisi tertentu. 


Sejumlah peserta didik menerima sovenir asli Jepang karena berhasil menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Dr FUJIKAWA. 


Pewarta: Sri Nuraeni 

Editor: Nur S 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama